Sabtu, 11 Oktober 2014

KISAH PENCIPTAAN SEORANG IBU (dialog antara Allah dengan malaikat)



Kisah ini tidak nyata, hanya bertujuan untuk menjelaskan kepada para pembaca mengenai penciptaan seorang ibu yang dijadikan makhluk yang paling sempurna.
Ketika Allah nenciptakan ibu, Dia membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada penciptaan-penciptaan makhluk yang lain.
Malaikat: “Tuhan, sepertinya Engkau menghabiskan waktu yang terlalu lama untuk menciptakan makhluk ini:
Tuhan: “Aku tidak tergesa-gesa menciptakannya, karena Aku harus mempertimbangkan beberapa keistimewaan yang akan Kuanugerahkan kepadanya. Ia harus mudah dirawat, tetapi tidak boleh terbuat dari plastik atau apapun yang artificial (tidak alami). Ia mempunyai seratus eman puluh bagian yang bergerak dan harus tahan banting. Ia harus memiliki pangkuan yang besar agar dapat memangku sepuluh orang anak kecil sekaligus, tetapi juga cukup kecil untuk bisa duduk di kursi anak-anak. Ia harus mampu mengangkat beban seberat apapun di punggungnya. Ia harus bisa mengobati berbagai luka, bauk luka di tubuh maupun luka di hatinya. Ia harus memiliki enam tangan supaya dapat membelai manusia sebanyak mungkin.”
Dengan penjelasan itu, Malaikat hanya menggelengkan kepala. Kemudian ia bertanya kepada Tuhan.
Malaikat: “enam pasang tangan?”
Tuhan: “Membuat enam pasang tangan bukanlah sesuatu yang sulit bagiKu. Sekarang Aku masih membuat tiga pasang mata yang dibutuhkannya kelak. Sepasang mata untuk melihat sesuatu di balik pintu yang tertutup. Sepasang mata lainnya berada di belakang kepalanya, dan berfungsi melihat sesuatu yang tidak ingin dilihat, tetapi perlu diketahuinya. Sepasang mata yang lain ada di wajah yang digunakan untuk memantau anak-anaknya, sehingga ia bisa segera menasehati anaknya saat berkelakuan buruk. Bersamaan dengan hal itu, ia menjelaskan kepada anaknya bahwa ia adalah seorang ibu yang sangat mencintai dan menyayanginya.”
Malaikat: “sebaiknya Tuhan beristirahat.”
Tuhan: “Aku tidak mau beristirahat, karena tugasKu hamper selesai. Aku hendak menciptakan makhluk yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit, yang dapat menghibur tiga puluh anak, meskipun dengan sepiring nasi, yang bisa merayu anak berumur tiga tahun agar tidak makan tanah liat, yang mampu menyuruh anak berusia enam tahun supaya mencuci tangan sebelum makan, serta yang bisa menyuruh anak berumur Sembilan tahun agar menggunakan kam\kinya untuk berjalan, bukan untuk menendanga teman sepermainannya.”
Malaikat mengamati purwarupa (rupa awal) seorang ibu, kemudian ia berkata.
Malaikat: “terlalu lembut Tuhan.”
Tuhan: “Meskipun lembut, tetapi kuat. Kamu tidak akan mempercayai besarnya rasa maafnya terhadap kezhaliman dirinya.”
Malaikat: “apakah ia bisa berfikir?”
Tuhan: “ia tidak hanya dapat berpikir, tetapi ia juga mampu memberi nasehat yang arif dan kebijakan yang saling menguntungkan.”
Kemudian malaikat menyentuh pipi ibu. Saat itu, ia kaget seraya berucap.
Malaikat: “kenapa pipinya berair?”
Tuhan: “Air ini adalah air mata.”
Malaikat: “Apa guna air mata?”
Tuhan: “Air mata akan mengalir saat ia merasa senang atau sedih, bangga atau kecewa, sakit atau kesepian, serta meresapi pentingnya cinta dan kasih sayang.”
Malaikat: “Tuhan sangat jenius.”
Tuhan mengamati hasil karyanya dengan perasaan bangga. Dia mengusap air mata di pipi ibu.
Tuhan: “Air mata adalah katup pengamannya.”
Kisah ini di ambil dari buku Potensi SQ, EQ & IQ di Balik Ayat-ayat al-Faatihah: Menyerap kecerdasan Spiritual (SQ,) Kecerdasan Emosional (EQ), dan Kecerdasan Intelegensia (IQ) dari Keajaiaban-Keajaiaban Ayat Demi Ayat Surat al-Faatihah karya Mustamir, S.Ked. (e_mail: mustamirajeng@yahoo.co.id.) * sebagian format teks di ubah bgt juga format tulisan

Rabu, 03 September 2014

::: SURAT CINTA UNTUK CALON SUAMIKU :::

Assalamu’alaikum WarahmtuLlahi WabarakatuHu…


Dear calon suamiku…

Apa kabar imanmu hari ini?  
Sudahkah harimu ini diawali dengan syukur karena dapat menatap kembali fananya hidup ini?  
Sudahkah air wudhu menyegarkan kembali ingatanmu atas amanah yang saat ini tengah kau genggam?

Wahai Calon Suamiku…
Tahukah engkau betapa Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya?
Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak.
Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini kurasakan diri ini lebih baik.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa Allah selalu mengujiku tepat dihatiku.
Bagian terapuh diriku, namun aku tahu jawabannya.
Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya.
Ujian demi ujian Insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat kelak
kita bertemu, kau bangga telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.

Calon suamiku…
Entah dimana dirimu sekarang.
Tapi aku yakin Allah pun mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku.
Aku yakin Dia kini tengah melatihmu menjadi mujahid yang tangguh, hingga akupun bangga memilikimu kelak.
Apa yang kuharapkan darimu adalah kesalihan. Semoga sama halnya dengan dirimu.
Karena apabila kecantikan yang kau harapkan dariku, hanya kesia-siaan yang dapati.
Aku masih haus akan ilmu.
Namun berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi isteri yang mendapat
keridhaan Allah dan dirimu, suamiku.

Wahai calon suamiku…
Saat aku masih menjadi asuhan ayah dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat.
Namun nanti, setelah menjadi isterimu, aku berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disyurga cukup aku yang menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh.
Aku ini pencemburu berat.
Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai daripada aku, aku rela.
Aku harap begitu pula dirimu.

Pernah suatu ketika aku membaca sebuah kisah;
“Aku minta pada Allah setangkai bunga segar, Dia memberiku kaktus berduri. Aku minta kepada Allah hewan mungil nan cantik, Dia beri aku ulat berbulu. Aku sempat kecewa dan
protes. Betapa tidak adilnya ini. Namun kemudian kaktus itu berbunga, sangat indah sekali. Dan ulatpun tumbuh dan beruba menjadi kupu-kupu yang teramat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya. Allah tidak memberi apa yang kita inginkan, tapi Allah memberi apa yang kita butuhkan.”
Aku yakin kaulah yang kubutuhkan, meski bukan seperti yang aku harapkan.

Calon suamiku yang di rahmati Allah…
Apabila hanya sebuah gubuk menjadi perahu pernikahan kita, takkan kunamai  dengan gubuk derita.
Karena itulah markas dakwah kita, dan akan menjadi indah ketika kita hiasi dengan cinta dan kasih.
Ketika kelak telah lahir generasi penerus dakwah islam dari pernikahan kita, Bantu aku
untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal, dengan ilmu yang bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah SWT.
Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika bermekaran menghiasi taman.
Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku.
Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi setidaknya menjadi yang terbaik disisimu kelak.

Calon suamiku…
Inilah sekilas harapan yang kuukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahamimu.
Sudah Dulu Ya Calon Suamiku..
Salam Cintaku Untukmu..

Wassalamu’alaikum
WarahmtuLlahi WabarakatuHu…


By Humaira fii Hamra

#Semoga engkau membaca ini