Kisah
ini tidak nyata, hanya bertujuan untuk menjelaskan kepada para pembaca mengenai
penciptaan seorang ibu yang dijadikan makhluk yang paling sempurna.
Ketika
Allah nenciptakan ibu, Dia membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada
penciptaan-penciptaan makhluk yang lain.
Malaikat:
“Tuhan, sepertinya Engkau menghabiskan waktu yang terlalu lama untuk
menciptakan makhluk ini:
Tuhan:
“Aku tidak tergesa-gesa menciptakannya, karena Aku harus mempertimbangkan
beberapa keistimewaan yang akan Kuanugerahkan kepadanya. Ia harus mudah
dirawat, tetapi tidak boleh terbuat dari plastik atau apapun yang artificial
(tidak alami). Ia mempunyai seratus eman puluh bagian yang bergerak dan harus
tahan banting. Ia harus memiliki pangkuan yang besar agar dapat memangku
sepuluh orang anak kecil sekaligus, tetapi juga cukup kecil untuk bisa duduk di
kursi anak-anak. Ia harus mampu mengangkat beban seberat apapun di punggungnya.
Ia harus bisa mengobati berbagai luka, bauk luka di tubuh maupun luka di
hatinya. Ia harus memiliki enam tangan supaya dapat membelai manusia sebanyak
mungkin.”
Dengan
penjelasan itu, Malaikat hanya menggelengkan kepala. Kemudian ia bertanya
kepada Tuhan.
Malaikat:
“enam pasang tangan?”
Tuhan:
“Membuat enam pasang tangan bukanlah sesuatu yang sulit bagiKu. Sekarang Aku masih
membuat tiga pasang mata yang dibutuhkannya kelak. Sepasang mata untuk melihat
sesuatu di balik pintu yang tertutup. Sepasang mata lainnya berada di belakang
kepalanya, dan berfungsi melihat sesuatu yang tidak ingin dilihat, tetapi perlu
diketahuinya. Sepasang mata yang lain ada di wajah yang digunakan untuk
memantau anak-anaknya, sehingga ia bisa segera menasehati anaknya saat
berkelakuan buruk. Bersamaan dengan hal itu, ia menjelaskan kepada anaknya
bahwa ia adalah seorang ibu yang sangat mencintai dan menyayanginya.”
Malaikat:
“sebaiknya Tuhan beristirahat.”
Tuhan:
“Aku tidak mau beristirahat, karena tugasKu hamper selesai. Aku hendak
menciptakan makhluk yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit, yang
dapat menghibur tiga puluh anak, meskipun dengan sepiring nasi, yang bisa
merayu anak berumur tiga tahun agar tidak makan tanah liat, yang mampu menyuruh
anak berusia enam tahun supaya mencuci tangan sebelum makan, serta yang bisa
menyuruh anak berumur Sembilan tahun agar menggunakan kam\kinya untuk berjalan,
bukan untuk menendanga teman sepermainannya.”
Malaikat
mengamati purwarupa (rupa awal) seorang ibu, kemudian ia berkata.
Malaikat:
“terlalu lembut Tuhan.”
Tuhan:
“Meskipun lembut, tetapi kuat. Kamu tidak akan mempercayai besarnya rasa
maafnya terhadap kezhaliman dirinya.”
Malaikat:
“apakah ia bisa berfikir?”
Tuhan:
“ia tidak hanya dapat berpikir, tetapi ia juga mampu memberi nasehat yang arif
dan kebijakan yang saling menguntungkan.”
Kemudian
malaikat menyentuh pipi ibu. Saat itu, ia kaget seraya berucap.
Malaikat:
“kenapa pipinya berair?”
Tuhan:
“Air ini adalah air mata.”
Malaikat:
“Apa guna air mata?”
Tuhan:
“Air mata akan mengalir saat ia merasa senang atau sedih, bangga atau kecewa,
sakit atau kesepian, serta meresapi pentingnya cinta dan kasih sayang.”
Malaikat:
“Tuhan sangat jenius.”
Tuhan
mengamati hasil karyanya dengan perasaan bangga. Dia mengusap air mata di pipi
ibu.
Tuhan:
“Air mata adalah katup pengamannya.”
Kisah
ini di ambil dari buku Potensi SQ, EQ & IQ di Balik Ayat-ayat
al-Faatihah: Menyerap kecerdasan Spiritual (SQ,) Kecerdasan Emosional (EQ), dan
Kecerdasan Intelegensia (IQ) dari Keajaiaban-Keajaiaban Ayat Demi Ayat Surat
al-Faatihah karya Mustamir, S.Ked. (e_mail: mustamirajeng@yahoo.co.id.) *
sebagian format teks di ubah bgt juga format tulisan